AQIDAH
1. Pengertian Aqidah
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah
berkaitan dengan keyakinan bukan pada perbuatan. Seperti pada aqidah dengan
adanya Allah da diutusnya para rasul.
A. Menurut bahasa (etimologi)
·
Berasal
dari Al-aqdu artinya ikatan yang kuat, bias pula menjadi kepercayaan yang
kokoh.
·
Ikatan
janji, terkadang juga disebut aqdun.
·
Aqidatan
berarti keyakinan.
B. Menurut Istilah (terminology)
Yaitu perkara yang
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu
kenyataan yang kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung oleh suat keraguan
apapun pada orang yang menyakininya.
C. Menurut Hasan Al-Banna
Aqa’id (bentuk jamak
dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh
hati, mendatangkan ketenang jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikitpun dengan keeragu-raguan. (Al-Banna hal.465)
D. Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
Aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu
dan fhitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini
kesahihan dan keberadaanya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu. (Al-Jazairy, 1978. Hal 21)
2. Beberapa istilah lain tentang Aqidah
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hamper semakna dengan
istilah aqidah, yaitu iman dan tauhid dan yang semakna dengan ilmu aqidah yaitu
Ushuluddi, ilmu kalam dan fikih akbar.
A. Iman, mencakup semua permasalahan
i’tiqadiyah dan membenarkan didalam hati, sesuatu yang diyakini oleh hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
B. Tauhid, artinya mengesakan
(menegsakan Allah- tauhidullah). Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan
iman, oleh karena itu aqidah dan iman diidentikan jugadengan istilah tauhid.
C. Ushuluddin, artinya pokok-pokok
agama yang mencakup rukun iman, rukun islam dan apa-apa yang telah disepakati
oleh para imam.
D. Ilmu kalam,artinya berbicara atau
pembicaraan. Dapat dikatakan ilmu kalam karena banyak dan luasnya dialog dan
perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberpa
hal. Misalnya tentang al-quran apakah khaliq atau bukan, hadist atau qidam.
Tentang takdir, apakah manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang yang
berdosa besar kafir atau tidak. Pembicaraan atau perdebatan luas seperti itu
terjadi setelah cara berpikir rasional dan filsafati mempengaruhi para
pemikirdan ulama islam.
E. Fikih Akbar, munculnya pemahaman ini
bahwa tafqquh fiddin yang diperintahkan Allah SWT, dalam surah At-taubah ayat
122.
3. Fungsi Aqidah
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Seorang yang
memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melakukan ibadah dengan tertib, memiliki
akhlak yang mulia dan bermuamalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan
diterima oleh Allah SWT kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Peranan yang
sangat besar dalam hidupnya antara lain:
A. Menompang seluruh perilaku,
membentuk dan member corak dan warna kehidupannya dalam hubungannya dengan
mahluk lain daan hubungannya dengan tuhan.
B. Aqidah/keyakinan akan memberikan
ketenangan dan ketentraman dalam pengabdian dan penyerahan dirinya secara utuh
kepada zat yang maha besar.
C. Iman memberikan daya dorong utama
untuk bergaul dan berbuat baik sesame manusia tanpa pamrih.
D. Dengan iman seorang muslim akan
senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah semata.
E. Aqidah sebagai filter, penyaring
budaya-budaya non islami (sekuler)
4. Ruang lingkup pembahasan aqidah
Sistematika hasan Al-banna:
A. Hahiyat, pembahasan tentang segala
yang berhubungan dengan Allah seperti wujud Allah, nama-nama daan sifat-sifat
Allah.
B. Nubuwat, berhubungan dengan Nabi dan
Rasul (kitab-kitab Allah, mu’jizat, karamah, dll)
C. Ruhaniyat, berkaitan dengan alam
metafisik seperti malaikat, jin , iblis, syaithan, dsb.
D. Sam’iyyat, membahas segala sesuatu
yang hanya bias diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-quran daan sunnah)
seperti alam barzkah, akhirat dan azab kubur, tand-tanda kiamat, surge-neraka.
Dsb.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa pembahasan pokok aqidah islam harus terumus dalam rukun
iman yang enam. Yaitu iman kepada Allah, kepada Malaikat-nya, kepada nabi dan
rasul-nya, kepada kitab-kitab-nya, kepada akhir dan iman kepada qada dan qadar.
Sistematika
Arkanul Iman:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Taqdir Allah
5. Sumber Aqidah
Sumber aqidah islam adalah Al-Quran dan As-Sunah, artinya apa aja yang
yang disampaikan oleh Allah dan rasulnya wajib di imani dan diyakini atau
diamalkan. Akal pikiran tidaklah jadi sumber akidah, tetapi hanya berfungsi
memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan akal tidak mampu juga menjangkau suatu
yang tidak terikat dengan ruang dan waktu tetapi akal hanya perlu membuktikan
jujur atau bisakah kejujuran sipembawa berita tersebut dibuktikan secara ilmiah
oleh akal dan pikiran itu aja. Sedangkan akal fikiran bukanlah merupakan sumber
aqidah.
6. Beberapa Kaidah Aqidah
Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakni adanya, kecuali bila akal
saya mengatakan ‘tidak’.
Keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bias
melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
Anda tidak berhak memungkinkan wujudnya sesuatu yang sudah pernah
dijangkau oleh inderanya.
Akal hanya bias menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu.
Iman adlah fitrah setiap umat manusia
Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan
tentang adanya Allah.
7. Hukum mempelajari Ilmu Aqidah
Mempelajari ilmu aqidah atau tauhid adalah fardzu’ain bagi setiap orang
mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan meskipun dengan dalil secara global.
Adapun mempelajari ilmu tauhid dengan dalil secara terperinci itu hukumnya
fardzu kifayah, artinya apabila salahsatu umat ada yang melaksanakannya, maka
kewajiban kepada orang lain gugur. Para ulama’ berbeda pendapat tentang hokum
taqlid kepada imam, ada 4 pendapat tentang hokum taqlid:
1) Tidak sah imannya orang yang taklid
(dihukumi kafir menurut imam sanusi dalam kitab Al-kubro)
2) Imannya orang taklid sah tapi
berdosa secara mutlak sebab bertaklid
3) Imannya sah dan tidak berdosa secara
mutlak
4) Imannya orang ahli nadhri sah tapi
haram
8. 3 hukum akal dalam ilmu aqidah
Iman kepada Allah SWT yang dipelajari intinya adalah mengenal semua
perkara yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah. Dan juga imam kepada semua
perkara yangwajib diimani, seperti para rosul dan malaikat.
Adapun lebih rincinya sebagai berikut:
A. Wajb Aqli
Adapun wajib aqli ialah
penolakan terhadap ketiadaan sesuatu yang tidak dapat diterima akal
ketiadaannya itu, misalnya: tidak ada sesuatu yang ada kecuali ada
yannnnngmengadakan. Tidak mungkin adanya barang apa saja tanpa ada yang
menciptakan. Adanya bangku tidak mungkin timbul begitu saja, pasti ada yang
membuat. Begitu pula dengan dunia ini pasti ada yang menciptakan.
B. Mustahil Aqli
Adapun mustahil aqli
adalah penolakan kepada sesuatu. Sesuatu yang tidak dapat diterima adanya oleh
akal itu disebut mustahil. Contoh 2 adalah separuh dari tiga dan bersekutunya
Allah. Masalah dua separuhnya tiga dan anggapan bersekutunya bagi Allah,
pencipta alam raya adalah mustahil aqli, yang pertama disebut mustahil badihiy
karena mudah dimengerti tanpa bukti, sedangkan yang kedua adalah mustahil
nadhori karena memebutuhkan pembuktian.
C. Jaiz Aqli
Jaiz adalah penerimaan
terhadap kebenaran dan ketiadaan sesuatu. Sesuatu yang dapat diterima oleh akal
adanya dan diterima pula ketiadaanya. Kepergian kita dari suatu tempat ke
tempat lain dan perubahan batu menjadi emas dengan kekuasaan Allah adalah Jaiz
aqli.peristiwa yang pertama kita berpindah tempat dari tempat satu ke tempat
lain itu menjadi hal yang biasa dan tidak aneh bagi akal hal itu disebut jaiz
badihiy atau jaiz’adi. Sedangkan peristiwa yang kedua perubahan batu menjadi
emas adalah peristiwa yang tidak wajar bagi kita disebut jaiz ghoiru’adi.
Peristiwa itu jarang terjadi tetapi dengan adanya bukti-bukti ternyata hal itu
mungkin terjadi dan tidak mustahil adanya.seperti perubahan tongkat nabi Musa
as menjadi ular, api tidak dapat membakar jasadnya manusia, terbelahnya lautan
,dsb. Semua itu, walaupun tidak biasa terjadi tapi bila dibahas dengan dalil
atau bukti, ternyata hal itu bias terjadi, mungkin terjadi dan masuk dalam
kekuasaan pencipta alam.
9. Penyimpangan Aqidah dan Cara
Penanggulanganya
Sebab-sebab penyimpangan Aqidah yaitu:
1. Kebodohan terhadap Aqidah Shohihah
Tidak mau mempelajari
atau mengajarkan atau kuranganya perhatian terhadapnya.
2. Ta’ashsub (fanatic)
Kepada sesuatu yang
diwasiri dari bapak dan nenek moyang sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan
apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu benar.
3. Taqlid Buta
Mengambil pendapat
manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya tanpa menyelidiki sejauh
mana kebenarannya.
4. Ghuluw (berlebihan)
Berlebihan dalam
mencintai para wali dan orang-orang sholeh, serta mengangkat mereka diatas
drajat yang semestinya. Sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak
mampu dilakukan kecuali olah Allah, sehinnga sampai kepada tingkat para wali
itu sebagai perantara antara Allah dan Mahluknya, sehingga sampai kepada
tingkat penyembahan para wali tersebut bukan menyembah Allah.
5. Ghaflah (lalai)
Lalai tetrhadap
perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar dijagat raya dan ayat-ayat Allah yang
tertuang dalam kitabnya.
6. Orang Tua yang tidak memperhatikan
pengenalan aqidah kepada anaknya
7. Engganya mendidik anak dalam
pendidikan agama islam bahkan tidak peduli sama sekali.
Hal-hal yang harus dilakukan
untuk memupuk keimanan yaitu :
1. Memperhatikan masalah aqidah
2. Mengenalkan sejak dini kepada
anak-anak
3. Menggunakan kitab-kitab
ulama’salafussalih
4. Memperkuat iman dengan perenungan
terhadap ayat-ayat Allah yang berada dialam dan didalam kiabnya
5. Menjauhkan darikelompok yang
menyeleweng aqidahnya bagi muqollidin
Cara menanggulangi Penyimpangan kembali kepada
kitabullah dan sunnah Rasullah SAW. Untuk mengambil aqidah shahihah sebagaimna
para salaf saleh mengambil aqidahnya dari keduanya:
1. Member perhatian pada pengajaran
pemahaman aqidah shahihah aqidah salaf diberbagai jenjang pendidikan. Memberi
jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan
materi itu.
2. Harus ditetapkan kitab-kitab shalaf
yang bersih sebagai materi pelajaran sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng
harus dijauhkan.
3. Menyebar para dai yang meluruskan
aqidah umat islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak
seluruh aqidah batil.
4. Sumber diadaptasi dari kitab tauhid
1 terbitan yayasan Al-sofwa terjemahan dari At-at-tauhid lish-shaffi awwal
al-‘aliy Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar